Jumat, 01 Desember 2017

Ah, Menulis (Lagi)



Menulis, kata yang begitu sederhana ini selalu menjadi momok menakutkan buatku. Saya selalu punya seribu satu alasan agar bisa lolos dari setiap tugas menulis yang dibebankan. Alasan paling logis karena basic pendidikan saya memang jauh dari tuntutan urusan tulis menulis dan alasan paling klasik ya karena saya malas berpikir. Meski tak bisa dipungkiri pekerjaan yang kini saya tekuni mengharuskan saya menulis dengan deadline yang selalu berhasil membuatku sakit kepala. Tetap saja, aktivitas menulis belum menjadi hal menyenangkan buatku.

Hari ini, di Kelas Blog Relawan Sobat LemINA satu lagi tugas menulis yang wajib saya selesaikan dengan batas waktu kurang dari 30 menit. Kelas Blog Relawan adalah salah satu agenda rutin tahunan Sobat LemINA, komunitas relawan anak tempatku berkegiatan sosial tiga tahun terakhir ini. “Hugftt...ini sulit,” gumamku dalam hati. Seperti biasa, saya mencari kesibukan agar terbebas dari tanggung jawab ini. Cekrek, cekrekk. Menjadi petugas dokumentasi adalah pengalih perhatian paling pas yang saya harap bisa menyelamatkanku dari situasi mencekam ini. Sayangnya, gagal total. “Ayo menulis!!”, teriak teman-teman relawan yang juga ikut terjebak di kelas ini sambil mempelototiku. 

doc.pribadi
 Saya meletakkan kamera, membuka lembar dokumen word dan mulai menulis. Dengan sisa semangat yang ada saya berusaha melawan setiap kemalasan yang sebenarnya hanya ada dikepalaku. Detik demi detik berlalu dan tanpa sadar sedaritadi sebenarnya saya sudah menulis. Satu kata kunci yang bisa menjadi senjata ampuh untuk mengubur setiap kemalasan menulisku, dan mungkin buat setiap orang yang berkenan membaca keluhanku ini yakni “MULAI”. Sebab hal tersulit dari menulis bukanlah merangkai satu demi satu kosa kata menjadi kalimat, melainkan memulai untuk menulis adalah sandungan utamanya.


Senin, 30 Januari 2017

Menyapa "Matahari" di Bumi Masamba

Semua kata andai terus berkecamuk di benakku saat hari keberangkatan menuju sebuah kota berjarak 324 kilo meter arah utara Kota Makassar. Andai saja saya memilih tidak ikut, mungkin malam ini saya masih menghabiskan waktu di kamar dengan gadget. Andai saja saya tidak mengiyakan ajakan teman di penghujung waktu deadline keberangkatan, saya pasti tak harus melewatkan malam dengan menahan kantuk, hanya karena kursi bus yang rusak. Andai jatah cuti ini saya manfaatkan untuk berlibur ke Puncak, mungkin akan jauh lebih sejuk dibandingkan suhu dalam bus yang lumayan membuat gerah.

Beruntung, pikiran-pikiran ‘tak bermutu itu tidak berhasil menghasutku. Semuanya berkat nilai-nilai kehidupan yang saya dapatkan selama menjadi bagian dari sebuah gerakan kemanusiaan yang selalu menitikberatkan pada kerelaan berdonasi waktu. Relawan, kata itu tersemat padaku sejak bergabung dalam Komunitas Sobat LemINA sekitar 2 tahun lalu. Bangga sih disebut relawan, dan dibalik kebanggaan itu ada tanggung jawab besar yang harus saya selesaikan.

Relawan itu sosok mengasyikkan yang rela melakukan apa saja. Saya mengacungkan dua jempol buat siapa saja yang sepakat dengan pendapat itu. Makanya, banyak yang menyarankan untuk mencari pendamping hidup di lingkungan relawan saja. Hahahahaha.. sedikit intermezzo ya biar tidak terlalu kaku membaca tulisan yang kurang tertata rapi ini.

Saya kembali melanjutkan kisah perjalanan yang sempat terhenti karena gagal fokus. Masamba, kota yang ditempuh sekitar 10 jam perjalanan dari kota Makassar, merupakan tujuan kegiatan saya dan relawan Sobat LemINA kali ini. Memutus mata rantai potensi tindak kekerasan seksual pada anak, melalui Program Aku Sayang Badanku menjadi misi utama saya dan relawan lainnya.

Alhamdulilah, sekitar pukul 06:30 wita saya dan rombongan tiba di Masamba dengan selamat. Bus Bintang Marwah yang saya tumpangi pun lansung mengantar ke Hotel Remaja. Kota Masamba menjamu kedatangan saya dengan tangan terbuka, matahari bersinar cerah dengan semburat jingga membelah langit. Kepala yang berat akibat kurang tidur, tak lantas membuat gerakan tubuh menjadi melambat sesampai di penginapan. Sarapan, mandi dan berpakaian saya lakukan tanpa membuang waktu. “Coba saja berleha-leha kalau mau dapat sindiran manja dari Bunda,” gumamku tidak kuasa membayangkan wajah Bunda. Bunda adalah salah satu inisiator Sobat LemINA sekaligus relawan yang dituakan. Bukan saja karena usianya yang memang sedikit lebih di atas relawan lainnya, tetapi karena pengalamannya yang jauh di atas rata-rata dibandingkan saya. “Apalah saya ini.”

SD Negeri 087 Katokkoan, Masamba – Luwu Utara dengan ratusan siswa-siswinya menyambut kami dengan antusias. Sejumlah kegiatan sudah dipersiapkan, meski belum semaksimal yang diharapkan. Tetapi, saya dan teman-teman relawan siap melakukan yang terbaik. Mulai dari sesi mendongeng, ice breaking, menonton film, hingga mengajarkan lagu sentuhan, yakni nyanyian tentang sentuhan boleh dan tidak boleh ke anak-anak.

Doc. Pribadi
Sesi mendongeng rupanya menjadi bagian yang selalu ditunggu dan ingin kembali ditonton, anak-anak yang sudah melalui sesi pertama pun rela memanjat jendela hanya untuk melihat para kakak relawan mendongeng di sela-sela sisa tenaga yang masih coba dikumpulkan.






Doc. Pribadi
Doc. Pribadi
Salut deh buat kakak-kakak relawan yang berperan sebagai juru dongeng. Kemampuan yang diperoleh melalui belajar singkat di dua pertemuan saja bisa dieksekusi dengan cukup apik. Maaf karena saya hanya bisa mengabadikan aksi hebat kalian.

Kegiatan Aku Sayang Badanku yang dikemas dengan sangat menyenangkan, sebenarnya menjadi upaya deteksi dini terhadap kemungkinan anak-anak terpapar hal-hal yang berbau kekerasan dan seks. Dan potensi itupun ditemukan pada ASB kali ini. Keprihatinan saya dan relawan Sobat LemINA pun menjadi bahan perbincangan saat menggelar Focus Group Discussion khusus untuk guru pada akhir perjumpaan di hari kedua. FGD difasilitasi langsung oleh Emilya Mustari, salah satu relawan yang memang berprofesi sebagai Psikolog.

Doc. Pribadi
Prihatin atas temuan potensi anak menjadi korban kekerasan seksual, di Kota yang mendeklarasikan dirinya sebagai Kota Ramah Anak. Namun bersyukur karena pemerintah setempat sangat mendukung kegiatan Aku Sayang Badanku. Langkah kami memang kecil, tetapi hal besar pun dimulai dari sesuatu yang kecil bukan? Senyum anak-anak di Kota Masamba harus terus dijaga agar terus ceria. Seperti cerianya matahari yang setiap pagi menunggu di ufuk timur.




ASB Masamba dilaksanakan selama dua hari yakni 25-26 Januari 2017, yang diselingi dengan evaluasi di akhir kegiatan. Makan durian di pinggir sungai dan berkunjung ke rumah pohon, tempat yang digunakan sebagai pusat pembelajaran Bahasa Inggris untuk anak-anak di Kota Masamba menjadi agenda pelepas penat kami. Terima kasih Sobat LemINA telah memberikan saya rumah dan keluarga baru yang dihuni relawan-relawan hebat. 

Mari bersama menjadi pribadi yang jauh lebih baik setiap harinya. Karena jiwa yang baik adalah yang melihat kebahagiaan saat memberi kebahagiaan kepada orang lain. (Imam Al Banna)

Doc. Pribadi

#AkuSayangBAdanku 
#SobatLemINA 
#Masamba 
#Lutra