Menulis,
bagi saya bukan hal yang mudah. Bukan karena menulis itu sulit, melainkan
karena saya tidak terbiasa melakukannya. Tetapi, saya akan terus mencoba membiasakan
diri untuk menulis. Akan kupaksa otak ini berimajinasi, dan kulatih jari-jari
ini bergerak merangkai satu demi satu kata hingga menjadi sebuat tulisan yang
layak dibaca. Nah, kali ini saya akan melakukan review terhadap sebuah tulisan bertema Rumah Kaca Suprau yang dipublish
oleh Winarsi Apriastuti Aswan, melalui situs blognya di www.aswanwiwi.com
Di
dalam tulisannya, Winarsi Apriastuti Aswan menjelaskan sebuah skenario indah
yang Allah buat untuk orang-orang positif yang selalu pantas untuk disyukuri. Winarsi
meyakinkan kepada setiap pembacanya bahwa apa yang setiap orang jalani saat ini
bukanlah sebuah kebetulan, melainkan sebuah ketetapan Allah yang sepatutnya bisa
dijalani dengan bijak. Sekaligus, mengajak pembaca untuk terus mengintrospeksi
diri tentang kebaikan apa yang telah dilakukan hari ini. Tentu, hal itu dimulai
dari diri penulis, yang sangat jelas diungkapkan dalam penggalan tulisannya “Kebaikan
apa yang sudah saya lakukan hari ini? Sudahkah saya membuat paling tidak satu
orang yang saya jumpai hari ini tersenyum? Atau hari yang saya lalui justru
berakhir dengan kesia-siaan?”
Sebenarnya,
tulisan ini lebih bercerita tentang pengalaman penulis bertemu dengan
orang-orang hebat di Kota Sorong, Papua yang telah mendedikasikan diri sebagai volunteer Buku Untuk Papua. Juga tentang
anak-anak Papua yang memiliki semangat belajar luar biasa di tengah
keterbatasan sarana belajar yang ada. Cara penulis menyampaikan kisah
singkatnya di Rumah Baca Suprau begitu mengalir. Sehingga pembaca pun bisa ikut
measakan kebahagiaan yang penulis rasakan.
Sayangnya,
penulis begitu asyik dengan ceritanya bersama anak binaan Rumah Baca Suprau
bernama Dewi, sehingga penulis melupakan beberapa informasi penting yang sangat
dibutuhkan pembaca. Hal utama yang dilalaikan penulis adalah data. Melihat judul
besar tulisan Winarsi, saya sebagai pembaca tentu akan bertanya “di mana Rumah
Baca Suprau itu?” Sementara di dalam tulisannya, penulis hanya menyebutkan lokasi
secara umum, yakni di Suprau, Papua. Mungkin bisa ditambahkan informasi yang
lebih detail, misal berapa jarak dari Kota Sorong ke Suprau, termasuk jenis transportasi
apa saja yang bisa digunakan untuk tiba
di lokasi. Informasi tentang siapa saja para volunteer BUP dan data jumlah anak binaan BUP juga kurang.
Penulis
memang menambahkan foto, tetapi gambar yang dilampirkan tidak cukup kuat untuk
mendeskripsikan tentang kondisi Rumah Baca Suprau. Sebaiknya penulis bisa
secara khusus menjelaskan tentang keberadaan Rumah Baca Suprau, sebelum lebih
jauh menceritakan pengalaman pribadinya di RBS.
Penulis
juga kurang memaparkan tentang kontribusi apa yang diharapkan dari pembaca
melalui tulisannya ini. Meski gaya penulisannya sudah cukup baik, tulisan ini
akan berakhir sebagai catatan pribadi penulis saja. Mengenai identitas penulis,
sudah tepat karena dicantumkan dengan jelas di bagian atas blog. Sehingga siapa
pun yang membacanya, bisa langsung mengetahui penulisnya.
Berdasarkan
pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD), penulis sudah
sangat teliti dalam penggunaan huruf kapital, huruf miring, kata depan,
penempatan partikel serta bebas dari kesalah ketik alias typo.
Secara
keseluruhan, tulisan singkat terkait pengalaman penulis ke Rumah Baca Suprau
sangat menarik dari cara penyajiannya. Dan, terlepas dari beberapa kekurangan
yang saya paparkan di atas, penulis berhasil membuat penasaran setiap
pembacanya untuk mencari tahu lebih banyak tentang Rumah Baca Suprau. Terima
kasih :)
#NulisBlogSobat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar