Jumat, 29 Januari 2016

Bertemu Malaikat Subuh

Bip...bip...bip..bip..

Dalam kondisi setengah sadar, tanganku meraba-raba dan mencari sumber suara yang menggagalkan misiku mengejar pelaku tabrak lari di depan salah satu mini market di Jalan Talasalapang, Makassar. Ketemu! Tangan kiriku lalu meraih handphone yang terselip di antara tumpukan boneka. Dengan mata setengah terbuka, saya melihat alarm bangun pagi yang terus memaksaku menanggalkan selimut dan melepaskan guling yang terus saja kupeluk. Berhasil! Waktu di HP menunjukkan pukul 04:27 wita. Tanpa berpikir panjang, saya bergegas bangkit dan meninggalkan tempat tidur. Dengan sedikit berlari, saya menuruni anak tangga dan meraih handuk di sandaran kursi kayu di dekat meja makan. Brukkk, tanpa sadar saya membanting pintu kamar mandi. Byar byur...byar byur.. sikat gigi, pakai sabun dan shampo saya selesaikan hanya dengan satu putaran. Ggrrrrr, saya menggigil. 

Usai menyelesaikan urusan di kamar mandi, saya kembali bergegas menaiki anak tangga menuju kamar yang tadi saya tinggalkan dalam kondisi gelap. Ceklek, kunyalakan sakelar lampu yang berada di dekat pintu kamar. Kakak yang menemani saya tidur terbangun karena silaunya cahaya lampu kamar. "Sekarang jam berapa?" tanya kakakku singkat. "Saya telat kak," jawabku. Kakakku pun cuma bisa mengomel dalam hati mendengar jawabanku yang tidak nyambung. Tanpa menghiraukan kakakku, saya berusaha berkonsentrasi mengenakan pakaian, menyisir rambut, lalu mengambil jaket yang tergantung di belakang pintu kamar. "Kakak saya berangkat ya. Assalamu'alaikum," pamitku dengan tetap tergesa, dan tidak lagi menunggu kakak menjawab salamku. 

Jam tangan Eiger yang melingkar di pergelangan tangan kiriku sudah menunjukkan pukul 04:49 wita. "Maaf Revo, hari ini kita tidak ada pemanasan." Saya bergumam dalam hati berharap Revo bisa mengerti. Kubuka pintu pagar dan mendorong Revo keluar. Brummm, sekali stater Revo langsung meraung. Selama bertahun-tahun motor Honda Revo milik kakakku ini memang selalu bisa diandalkan dalam situasi genting.
Kutancap gas, speedometer Revo menunjukkan kecepatan rata-rata 60 km/jam. Saya menyusuri Jalan Bontotangnga yang masih sepi, lalu berbelok ke Jalan Emiselan III. Tiba-tiba dari kejauhan, tepat di tugu Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Je'neberang mataku menangkap sebuah objek yang bergerak. Saya sedikit mengurangi kecepatan Revo, dan semakin jelas sosok yang kini melambaikan tangannya. Ada rasa takut yang sulit kugambarkan menyerang pikiranku subuh itu. Takut jika saja dia adalah penjahat yang berpura-pura mencari tumpangan, lalu menodongku dengan senjata tajam dan membawa kabur Revo. Bahkan, sempat terlintas bahwa dia bukan manusia, melainkan hantu yang gentayangan. Perasaanku bercampur aduk, hati kecilku berkata dia hanya orang yang membutuhkan pertolongan. Tetapi rasa takutku masih mendominasi. Belum lagi pikiran khawatir terlambat tiba di kantor, mengingat saya harus mempersiapkan studio untuk program Jendela Timur Pagi yang akan disiarkan langsung pukul 05:30 wita di Kompas TV Makassar. 

Sebelum hati dan pikiranku menemukan kesepakatan, kakiku dengan refleks menginjak rem. "Mau ke mana Kek?". Mulutku tanpa dikomando bertanya kepada lelaki paruh baya, yang mengenakan sarung dan baju koko berwarna putih sambil memegang payung. Ya, saat saya meninggalkan rumah memang sedikit gerimis. "Nak, bisa antarka ke masjid? Terlambatka sholat subuh kalau saya jalan kaki," pinta si kakek dengan suara sedikit parau. "Naik maki," ucapku dengan pasrah akan tiba terlambat di kantor. "Mauki diantar ke masjid mana Kek?" tanyaku lagi. "Di masjid Skarda Nak," balas sang Kakek sambil menunjuk jalan ke arah kompleks Skarda N. Di dalam hati saya semakin yakin bakalan terlambat karena jalan ke masjid berlawanan arah menuju kantorku di Jalan Pengayoman. Ke masjid saya harus mengambil jalan lurus, sedangkan ke kantor harus belok ke kanan. 

Sepanjang perjalanan, sang Kakek yang kubonceng sambil memegang kedua pundakku terus melafalkan ayat-ayat Al Qur'an sambil sesekali bertanya padaku. "Mauki ke mana Nak?" "Mauka ke kantor," jawabku singkat. Dari spion Revo, kulihat si Kakek hanya menganggukkan kepala dan lanjut melafalkan sebuah ayat Al Qur'an. "Belok kiriki Nak," si Kakek menunjukkanku arah. "Di depan belok kiri lagi, trus ke kanan yang ada portal." Wah, si Kakek seorang navigator yang handal. "Di sinimi Nak," si Kakek menghentikanku sambil menepuk-nepuk pundakku. Saya pun berhenti dan memarkir Revo tepat di depan pintu masjid. 

Saat tiba di masjid, muadzin baru saja mengumandang adzan. Si Kakek pun turun dari motor sambil menenteng payung yang sedari tadi disimpan di atas jok. "Terima kasih Nak. Itu tadi do'a keselamatan, bacaki terus kalau pergi-pergi," ucap si Kakek sambil berlalu ke dalam masjid. Saya hanya bisa terdiam, kembali kunyalakan Revo dan memutar arah menuju kantor. Masih gelap dan dingin. Kususuri Jalan Tamalate, Hertasning, dan Bau Mangga sambil berusaha mengingat do'a keselamatan yang dititip si Kakek padaku. Dan saya gagal. Saya gagal mengingat satu pun ayat dari do'a-do'a lelaki misterius itu.

Saya berusaha fokus untuk tiba secepatnya di kantor. Tiba di Jalan Pengayoman, kupercepat laju Revo memasuki gerbang kompleks kantor. Alhamdulillah, saya tiba dengan selamat. Seperti biasa, kuparkir Revo di dekat tiang bendera di halaman kantor. Saya berlari kecil menuju mesin check lock di atas meja security. Klik! Saya heran melihat catatan di kertas absensi masuk yang menunjukkan pukul 05:00 wita. Otakku berpikir keras, logikaku pun sulit mencerna apa yang terjadi subuh itu. Saya kembali berlari menuju ruang master control untuk melihat jam dan mengambil kunci ruangan studio. Jam digital di MCR juga menunjukkan waktu yang sama. 

Mungkinkah perjalananku yang serba tergesa-gesa tadi hanya kutempuh dalam waktu 11 menit saja? Padahal waktu normal perjalanan dari rumah ke kantor biasanya kulalui rata-rata 15 menit. Saya anggap ini adalah hari keberuntunganku. Saya tidak terlambat, dan tidak mendapat surat teguran dari kantor. Siaran pun berjalan dengan lancar.

dokumen pribadi

Esok hari, saya berangkat lebih awal berharap bisa bertemu si Kakek. Subuh demi subuh pun berlalu tanpa bisa bertemu lagi dengan Kakek yang entah siapa namanya. Saya berharap, si Kakek yang kujumpai di suatu subuh 2 tahun silam tetap dalam kondisi sehat. Bagiku, dia adalah Malaikat Subuh yang membawa kebaikan padaku hingga detik ini. 

#NulisBlog

Tidak ada komentar:

Posting Komentar