Pagi ini, hujan turun begitu deras. Rayuan untuk tidak ke kantor, seolah terus berbisik di ujung telinga Yani. Mata yang baru bisa Yani pejamkan pukul 03:00 dini hari tadi, pun masih terasa berat. Tetapi, semangat Yani untuk mengumpulkan rupiah, memaksa seluruh tubuhnya untuk bangkit dari rebahan.
Menjalani
rutinitas di kantor, adalah hal yang sangat menjemukan buat Yani beberapa bulan
terakhir ini. Tetapi, bekerja menjadi hal wajib yang harus dilakukan Yani, demi
bertahan hidup di Kota para Daeng ini. Maklum saja, status Yani memang anak
rantau, yang masih menumpang hidup di rumah Rara, sahabatnya.
Beruntung,
keluarga Rara sangat baik. Mereka sudah menganggap Yani seperti anak sendiri. Memperlakukan
Yani tidak layaknya orang menumpang pada umumnya. Bahkan, disaat Yani
berselisih paham dengan Rara, orang tua Rara justru lebih membela Yani. "Hhmmm..
senangnya," gumam Yani, tatkala orang tua Rara kembali berada
dipihaknya. "Tetapi SUMPAH, tidak sedikitpun ada niatanku untuk merebut
perhatian orang tua kak Rara," tegas Yani yang memang lebih muda 2
tahun dari Rara.
Yani,
dengan kepribadiannya yang sangat ramah tidak sulit untuk mendapatkan tempat
istimewa di hati keluarga besar Rara. Setiap ada hajatan keluarga, Yani selalu
diajak dan turut diperkenalkan sebagai salah satu anggota keluarga. Bahkan,
disalah satu deretan foto keluarga di dinding rumah Rara, ada wajah Yani ikut
terpajang. Sayangnya, hal itulah yang menyebabkan hubungan persahabatan Yani
dan Rara semakin renggang. Perselisihan di antara mereka pun sangat gampang
tersulut.
Dulu,
Yani
dan Rara adalah dua sahabat ‘tak terpisahkan. Mereka teman semasa kuliah,
tepatnya Yani berada dua tingkat di bawah Rara. Mengambil jurusan yang sama di
Fakultas Sastra di Kampus Merah, membuat Yani dan Rara sering bertemu. Apalagi
Yani dan Rara menjadikan perpustakaan kampus sebagai rumah ke-dua mereka. Banyak
sekali kesamaan yang mereka miliki, mulai dari membaca buku ber-genre romantis, wisata kuliner, hingga
kebiasaan ngupil di depan dosen saat kelas berlangsung.
Yani,
Rara bagaikan dua sisi mata uang ‘tak terpisahkan. Di Kampus, mereka mendapat
julukan twin angel. Yani, memiliki tinggi 167 centimeter, rambut hitam sebahu, dengan wajah sedikit oriental. Sedangkan Rara, tidak
berbeda jauh dengan tinggi 165 centimeter. Rambutnya sepinggang dan selalu
diurai, kulitnya lebih gelap dan wajahnya lebih tirus. Status jomblo sama
sekali tidak pernah mereka sandang, bahkan antrian kaum adam yang setiap saat
mendo’akan mereka cepat putus masih tidak terukur. Ke mana perginya Yani, di
situ pasti ada Rara. Begitulah…
Sampai
akhirnya, Rara mengajak Yani tinggal di rumahnya, setelah lulus kuliah sahabatnya
itu memutuskan menetap dan bekerja di Kota ini.
Keharmonisan
twin angel tidak berlangsung lama. Rara
yang kini merasa tersisihkan di rumah sendiri, terus saja menunjukkan
penyesalannya telah mengajak Yani tinggal seatap. Rara selalu saja ketus setiap
kali diajak bicara. Bahkan tidak jarang omongan Yani diabaikan begitu saja. Yani
pun mulai merasa tidak nyaman. Sahabatnya yang selalu menolak diajak bicara
baik-baik membuatnya sangat bersedih.
Suatu
malam, di balik remang-remang cahaya lampu kamar, Yani mulai menuliskan sesuatu
disecarik kertas.
Dear
Rara,
Tidak
ada rasa bersalah melebihi rasa bersalahku karena membuatmu merasa terasingkan.
Sebenarnya kamu pun tahu Aku tidak pernah merencanakan semua ini, meski kuakui
keluargamu memang memperlakukanku sangat baik. Mengapa kedengkian dan rasa
takut kehilangan kasih sayang orang tuamu menjadi virus yang terus menggerogoti
persahabatan kita? Sungguh ini tidak seharusnya terjadi. Bagiku, kamu adalah
sosok teman, saudara, sekaligus sahabatku, dan selamanya akan seperti itu.
Semoga
Aku masih menjadi sahabatmu..
Keesokan
hari, Rara menemukan kertas buram berisikan pesan Yani di atas meja riasnya.
dokumentasi pribadi |
Yani memutuskan untuk pergi, kembali ke Kota kelahirannya di tanah Melayu. Bukan karena Ia marah pada sahabatnya itu. Yani pergi karena tidak ingin membiarkan sahabatnya terus-terusan membencinya.
Sementara Yani pergi, Rara terdiam dalam kebingungannya. Bingung dengan apa yang dirasakan saat ini. Entah saat ini ia merasa menyesal, atau merasakan sebuah kemenangan.
#NulisBlog2016 #SobatLemINA
#NulisBlog2016 #SobatLemINA
Kak Dede, mohon diatur agar bisa berkomentar hanya bermodal nama dan url blog juga.
BalasHapusBerdasarkan pedoman penulisan Ejaan yang Disempurnakan bahwa penulisan 'Ia' mestinya menggunakan huruf kecil. Kecuali, berupa sapaan atau berupa kata Anda.
Best regards,
Nurfaisyah
Mungkin Yani lah yang anak kandung, sementara Rara hanyalah anak yang diangkat dari panti asuhan. Atau sebenarnya mereka tertukar di rumah sakit? Masih misteri.
BalasHapusBerdasarkan file EYD yang disebar di group, penulisan centimenter itu digabung, tidak terpisah Kak Dede.
Sama dengan sarannya Kak Ica untuk menyetting ulang bagian kolom komentar, untuk mempermudah penulisan pemberi komentar.
Salam hangat,
Uchi Fauziah
Ica dan Michelle, terima kasih atas koreksinya. Langsung direvisi koq😊
BalasHapusIca dan Michelle, terima kasih atas koreksinya. Langsung direvisi koq😊
BalasHapus